Articles

Pemidanaan, Masyarakat (Adat) dan kaitannya dengan Perkara “Lingkungan Hidup”

Pemidanaan, Masyarakat (Adat) dan kaitannya dengan Perkara “Lingkungan Hidup”

Oleh: Yura Pratama Yudhistira, S.H. (Hakim PN Sibolga)

Putusan Nomor 1829 K/Pid.Sus-LH/2016

Menimbang bahwa terhadap alasan-alasan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

Bahwa alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti tidak salah dalam menerapkan hukum dalam mengadili perkara Terdakwa;

Bahwa Putusan Pengadilan Palopo Nomor 332/Pid.Sus/2015/PN.Plptanggal 21 April 2016 yang menyatakan Terdakwa Sinar bin Ansar PawangKarang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakpidana sebagaimana dakwaan kesatu, kedua dan ketiga Penuntut Umum danoleh karena itu Terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan Penuntut Umumtersebut dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang benar;

Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, Terdakwa didakwa Penuntut Umum dalam kapasitasnya selaku Kepala Desa Mappetajang sekarang mantan Kepala Desa, melakukan penebangan pohon di Kawasan Hutan Mappetajang, Kecamatan Basesang Tempe (Bastem), Kabupaten Luwu, yang berdasarkan ploting Peta Lokasi di Desa Mappetajang terhadap Peta Kawasan Hutan (Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.434/Menhut-II/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Di Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan), lokasi dimaksud seluas ± 167,23 Ha, terdiri dari: Berada di Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 143,04 Ha, Berada di Areal Penggunaan Lain (APL) seluas ± 52,08 Ha sebagaimana dimaksud dalam Surat Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar tanggal 3 Juli 2015 Nomor S.125/BPKH- 2/2015 perihal Telaah Lokasi Desa Mappetajang;

Bahwa letak objek terjadinya penebangan kayu sebagaimana dimaksud dalam Surat Rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu Nomor 1024/522N/2013 tanggal 14 Mei 2013 yang dibuat dan ditandatangani Terdakwa adalah berbeda letak objeknya dan ternyata masih berjarak 3 (tiga) kilometer dari lokasi objek lacak balak yang ditunjuk Penyidik Polda Sulawesi Selatan;

Bahwa berdasarkan hasil dan pemeriksaan langsung terhadap tempat kejadian perkara (locus delicti) pada hari Selasa tanggal 12 April 2016 adalah sebagaimana dituangkan dalam Berita Acara Sidang perkara ini, yang ternyata terdapat perbedaan letak objek terjadinya penebangan pohon, yaitu antara yang disebutkan dalam rumusan dakwaan Penuntut Umum yang bersumber dari hasil lacak balak penyidik di Kawasan Hutan Desa Mappetajang, Kecamatan Basesang Tempe, Kabupaten Luwu yang berbeda dengan letak objek lokasi sebagaimana yang dimaksud dalam Surat Rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu Nomor 1024/522/V/2013 tanggal 14 Mei 2013 perihal Rekomendasi Pemanfaatan Kayu Milik Masyarakat, yang ditujukan kepada Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat Mappetajang;

Bahwa lokasi objek penebangan pohon yang dilakukan Terdakwa adalah berdasarkan lokasi yang disebutkan dalam Surat Rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) Kabupaten Luwu Nomor 1024/522N/2013 tanggal 14 Mel 2013 tentang Rekomendasi Pemanfaatan Kayu Milik Masyarakat, ditujukan kepada Kepala Desa dan Tokoh Masyarakat Desa Mappatajeng, sedangkan lokasi objek penebangan pohon yang dilakukan Lacak Balak pada tanggal 4 sampai dengan 5 Mei 2015 oleh Penyidik Polda Sulawesi Selatan adalah termasuk Kawasan Hutan Produksi di Desa Mappetajang, Kecamatan Bastem, Kabupaten Luwu (locus delicti);

Bahwa dengan demikian, terbukti ada perbedaan tempat kejadian perkara/locus delicti penebangan pohon yang dilakukan Terdakwa sebagaimana diuraikan di atas;

Bahwa berdasarkan fakta-fakta sebagaimana tersebut di atas, terlepas apakah lokasi penebangan hutan oleh Terdakwa yang telah bekerjasama dengan PT. Panply berada di lokasi Hutan Produksi Tetap (HPT) atau di lokasi APL (Area Penggunaan Lain), karena berdasarkan hasil penelitian Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar Desa Mappetajang hutannya sebagian berada di lokasi HPT, sebagian lagi di APL karena memang berdasarkan bukti tidak dapat dipastikan sebagian besar kayu yang ditebang berada di kawasan HPT atau APL dan Terdakwa sebagai Kepala Desa telah menempuh prosedur resmi sejauh yang ia ketahui, serta kebijakan pengelolaan hutan di desa Mappetajang tersebut realisasinya berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu, selanjutnya penebangan kayu sebagaimana lacak balak dan lacak batas oleh Polda tidak terbukti Terdakwa terlibat karena lokasinya berbeda dengan lokasi sebagaimana rekomendasi Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu yang telah ditebang Terdakwa dan bahkan perbedaannya berjarak 3 (tiga) kilometer dari lokasi objek lacak balak yang ditunjuk Penyidik Polda Sulawesi Selatan;

Bahwa dengan demikian Terdakwa sebagai Kepala Desa tidak mengetahui prosedur pengelolaan hutan serta sebelum melakukan tindakan telah berkonsultasi terlebih dahulu dan minta petunjuk kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Luwu, selanjutnya dari penebangan hutan tersebut semula untuk dimaksudkan guna kepentingan desa, serta dari penebangan tersebut Terdakwa tidak mendapatkan keuntungan, maka Terdakwa tidak terdapat unsur melawan hukum dalam perbuatannya maka Terdakwa haruslah dibebaskan dari segala dakwaan;

Putusan Nomor 1960 K/PID.SUS-LH/2017

Menimbang bahwa terhadap alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

– Bahwa alasan kasasi Terdakwa dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidaksebagaimana mestinya dengan pertimbangan :

1. Bahwa Judex Facti telah tidak mempertimbangkan dengan benar mengenai fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan setelah dihubungkan dengan dakwaan Penuntut Umum ;

2. Bahwa dari fakta hukum persidangan terungkap, Terdakwa pada awalnya disuruh oleh majikannya yaitu Saksi Susi Astuti memotong pohon kelapa di tanah milik majikannya, namun Terdakwa memotong pohon kokap sebanyak satu pohon dengan memakai gergaji sebab kalau pohon kelapa saja nanti kurang untuk membetulkan rumah majikannya. Bahwa Terdakwa tidak tahu pohon yang ditebang itu tumbuh dikawasan hutan milik Perhutani, Terdakwa mengira bahwa lahan tempat tumbuhnya pohon tersebut adalah milik majikan Terdakwa (lihat juga keterangan saksi-saksi a de charge);

3. Bahwa dari fakta hukum tersebut bagi Terdakwa telah terjadi kekhilafan (dwaling) mengenai fakta yang dalam doktrin hukum pidana disebut “error in fact” dan “mistake of fact”;

4. Bahwa dalam hal Terdakwa khilaf tentang fakta yaitu Terdakwa tidak mengetahui kalau lahan/tempat tumbuhnya pohon kokap tersebut adalah milik orang lain in casu Perhutani, kesalahan (schuld) didisculpeer, yaitu kesalahannya ditiadakan karena Terdakwa telah bertindak secara bonafide, dengan itikad baik;

5. Bahwa berdasarkan adagium tidak ada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld) yang merupakan dasar pemaaf yang tidak tertulis;

6. Bahwa selain alasan tersebut, perbuatan Terdakwa juga tidak dapat dibebani pertanggungjawaban kriminal, karena dalam sikap bathin Terdakwa tidak terdapat “mens rea”;

7. Bahwa dengan demikian, Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan, oleh karena itu Terdakwa harus dibebaskan;

Putusan Nomor 2719 K/Pid.Sus-LH/2018

Menimbang bahwa terhadap alasan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi/Penuntut Umum tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

– Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan karena judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum. Judex facti juga telah melaksanakan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang dan judex facti tidak pula melampaui batas kewenangannya;

– Bahwa putusan judex facti/Pengadilan Tinggi Medan yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kisaran yang menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Secara tidak sah mengerjakan lahan perkebunan”, dan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dengan ketentuan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 (dua) tahun berakhir, sudah tepat karena putusan tersebut telah didasarkan pada pertimbangan dan penerapan hukum yang benar;

– Bahwa lagi pula keberatan kasasi Penuntut Umum tersebut mengenai berat ringannya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa, sedangkan hal tersebut merupakan wewenang judex facti untuk menentukannya dan tidak tunduk pada penilaian dalam pemeriksaan tingkat kasasi, kecuali apabila dalam menjatuhkan pidana tersebut tidak dipertimbangkan dengan cukup mengenai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa; namun judex facti in casu telah mempertimbangkan dengan cukup mengenai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan tersebut;

– Bahwa dengan demikian, judex facti/Pengadilan Tinggi Medan yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Kisaran sudah tepat dan benar dalam pertimbangan dan putusannya a quo;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dan ternyata pula putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum tersebut dinyatakan ditolak;

Menimbang bahwa telah terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengan sungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari Hakim Agung Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum. sebagai Ketua Majelis dimuat sebagai berikut:

– Bahwa terlepas dari alasan kasasi Penuntut Umum, Ketua Majelis pada pemeriksaan pada tingkat kasasi berbeda pendapat dengan judex facti maupun Penuntut Umum mengenai perbuatan Terdakwa yang mengerjakan lahan perkebunan;

– Bahwa pertanyaan hukum yang timbul adalah secara hukum siapa yang berhak mengerjakan/mengelola areal tersebut karena keduanya baik PT. Sari Persada Raya (SPR) maupun Terdakwa dan masyarakat sekitarnya mempunyai bukti alas hak;

– Bahwa alas hak yang dimiliki PT. Sari Persada Raya (SPR) berupa bukti Hak Guna Usaha Nomor 2 Tahun 1996, sedangkan alasan hak Terdakwa dan masyarakat sekitarnya telah menguasai lahan secara turun temurun dari nenek moyang mereka dan sekarang ini hingga generasi ke-8 (delapan);

– Bahwa Terdakwa telah memiliki bukti alas hak berupa Surat Keterangan Tanah dari Kepala Desa Huta Padang yang dikeluarkan pada tahun 1980 seluas 525 ha (lima ratus dua puluh lima hektar);

– Bahwa untuk menyatakan Terdakwa bersalah atas perbuatannya terlebih dahulu harus dipertimbangkan pembuktian alas hak masing- masing. Ketua Majelis berpendapat alas hak Terdakwa yang telah menguasai lahan secara turun temurun dari nenek moyang mereka dan sekarang hingga generasi ke-8 secara hukum memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat dan harus dihormati dibandingkan dengan bukti Hak Guna Usaha milik PT. Sari Persada Raya (SPR) yang muncul belakangan, yaitu pada tahun 1996;

– Bahwa secara hukum Terdakwa dan warga setempat tetap berhak atas areal yang telah dikuasainya selama pihak perusahaan tidak memberikan ganti rugi atas hak yang dimiliki dan tanaman yang ada di atasnya;

– Bahwa sesuai ketentuan, apabila pemberian hak guna usaha kepada Pemohon dikabulkan dan di dalam areal yang dimohonkan ada masyarakat yang sudah lama mengelola dan mengerjakan areal tersebut, maka wajib bagi pihak yang mendapatkan hak guna usaha untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang memiliki hak di areal tersebut, dalam hal ini Terdakwa dan warga masyarakat. Sepanjang belum ada pemberian ganti rugi tersebut, maka Terdakwa dan masyarakat masih berhak atas areal dan tanaman di atasnya;

– Bahwa berdasarkan fakta persidangan, Terdakwa bersama dengan warga setempat dikeluarkan dari lahannya tanpa mendapatkan ganti rugi hingga saat ini. Padahal sesuai ketentuan, pihak perusahaan wajib membebaskan lokasi dan memastikan lokasi clean and clear;

– Bahwa pihak perusahaan memiliki itikad buruk untuk menguasai lahan tanpa memberikan ganti rugi kepada Terdakwa dan warga setempat dengan cara modus mencaplok, menguasai lebih dahulu milik Terdakwa dan warga kemudian diterbitkan hak guna usaha;

– Bahwa itikad buruk pengurus perusahaan PT. Sari Persada Raya (SPR) dapat dibuktikan berdasarkan fakta yang terungkap di sidang, yaitu perusahaan telah mengambil, menguasai tanpa hak dan secara melawan hukum areal yang dikelola warga dan masyarakat sekitarnya pada tahun 1992, sedangkan pihak perusahaan baru mendapatkan bukti hak guna usaha pada tahun 1996. Dengan demikian, pihak pengurus dan perusahaan PT. Sari Persada Raya (SPR) telahmelakukan perbuatan pidana yaitu mengambil lahan Terdakwa dan masyarakat sekitar secara melawan hak atau melawan hukum;

– Bahwa sikap Terdakwa dan masyarakat yang menunjukkan patuh terhadap hukum, yaitu tidak melakukan aksi kekerasan dalam mempertahankan haknya dengan cara telah melaporkan pihak pengurus dan perusahaan kepada pihak yang berwajib, dalam hal ini Polres Kisaran dan Polda Sumatera Utara, namun tidak ada respon dan tidak dilakukan proses hukum dan tidak ada tindakan terhadap pihak pengurus dan perusahaan. Berbeda halnya ketika perusahaan melaporkan Terdakwa dan warga ke polisi, langsung diproses, sehingga Terdakwa untuk kali kedua diproses. Fakta ini menunjukkan ada perlakuan diskriminatif antara Terdakwa dan warga dengan pihak pengurus perusahaan;

– Bahwa sesuai ketentuan, seharusnya hak guna usaha tidak diterbitkan karena belum clean and clear sebab masih ada pihak yaitu Terdakwa dan warga yang mempunyai alas hak di lokasi hak guna usaha;

– Bahwa dengan demikian, Terdakwa tidak dapat dipersalahkan atas perbuatannya mengerjakan lahan yang berada di atas hak guna usaha karena Terdakwa mempunyai hak dan belum diberikan ganti rugi oleh pihak perusahaan;

– Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan kasasi Penuntut Umum seharusnya ditolak, Terdakwa dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana dan Terdakwa dibebaskan dari dakwaan Penuntut Umum;

Putusan Nomor 1367 K/PID.SUS-LH/2017

Menimbang bahwa terhadap alasan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut :

Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum tidak dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut :

– Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Negeri yang membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan telah tepat dan telah menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya, putusan Judex Facti telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang, tidak ternyata Terdakwa dengan sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan;

– Bahwa meskipun Terdakwa bersama banyak warga Desa Ladang Panjang lainnya bertani dan menanami pohon karet ternyata bukan dalam Kawasan hutan, tetapi menurut warga desa mereka bertani dan menanami tanaman pohon karet secara turun menurun pada lahan/tanah adat masyarakat desa. Hanya saja pada lahan tersebut juga ikut dibersihkan (land clearing) oleh PT. Samhutani. Sehingga sering timbul benturan kepentingan antara PT. Samhutani dengan warga masyarakat adat setempat. Dengan demikian perbuatan materiil Terdakwa tidak memenuhi unsur tindak pidana pasal dakwaan tunggal yang didakwakan Penuntut Umum kepada Terdakwa;

Putusan Nomor 1936 K/Pid.Sus-LH/2018

Menimbang bahwa terhadap alasan kasasi yang diajukan Para Pemohon Kasasi/Para Terdakwa tersebut, Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:

– Bahwa alasan kasasi Para Terdakwa tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Medan Nomor 688/PID.SUS/ 2017/PT MDN tanggal 12 Desember 2017 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 1108/Pid.Sus/2017/PN Lbp tanggal 7 September 2017, yang menyatakan Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan”, tidak salah menerapkan hukum;

– Bahwa benar korban SAURINA RAMADANI memiliki IUP Eksplorasi Komoditi Kerikil Berpasir Alami (SIRTU) sesuai Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 671/356/BPPTSU/2/XI.1a/VIII/2016 tanggal 19 Agustus 2016, dengan lokasi kegiatan/usaha pertambangan di Sungai Buaya, Dusun Nagori, Desa Sungai Buaya, Kecamatan Silinda, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, dengan menggunakan sarana angkutan berupa dump truck;

– Bahwa saksi JUNIARTO selaku salah satu pengemudi dump truck yang mengangkut material milik korban dihalangi oleh Para Terdakwa.Para Terdakwa memarkirkan sepeda motor Suzuki Smash NomorPolisi BK-4990-MT miliknya di tengah jalan, sehingga dump truck yangdikemudikan saksi JUNIARTO tidak bisa lewat selama kurang lebih 2(dua) jam lamanya;

– Bahwa adapun alasan Para Terdakwa menghalangi jalannya dump truck tersebut adalah sebagai upaya mempertahankan haknya selakupemilik lahan;

– Bahwa perbuatan Para Terdakwa tersebut telah memenuhi unsur delik Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan;

– Bahwa namun demikian, putusan Judex Facti a quo perlu diperbaiki sekedar mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Para Terdakwa, dengan pertimbangan Para Terdakwa melakukan perbuatan tersebut sebagai upaya mempertahankan haknya selaku pemilik lahan, sehingga pidana yang dijatuhkan kepada Para Terdakwa tersebut dapat menimbulkan efek jera bagi Para Terdakwa, dengan harapan Para Terdakwa diberi kesempatan untuk memperbaiki diri;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi tersebut dinyatakan ditolak dengan perbaikan;

Menimbang bahwa dengan demikian Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 688/PID.SUS/2017/PT MDN tanggal 12 Desember 2017 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 1108/Pid.Sus/2017/PN Lbp tanggal 7 September 2017 harus diperbaiki mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Para Terdakwa;

Menimbang bahwa telah terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam musyawarah Majelis Hakim dan telah diusahakan dengansungguh-sungguh tetapi tidak tercapai mufakat, maka sesuai denganketentuan Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004tentang Mahkamah Agung, perbedaan pendapat (dissenting opinion) dariHakim Agung Prof. Dr. Surya Jaya, SH., M.Hum., dimuat sebagai berikut:

– Bahwa alasan keberatan kasasi Para Terdakwa pada pokoknya tidak sependapat dengan Judex Facti dalam hal menyatakan Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan. Para Terdakwa berpendapat dirinya tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Penuntut Umum;

– Bahwa Para Terdakwa berpendapat dirinya mempunyai dasar atau hak untuk menghalangi dump truck melintas di atas jalan, karena Para Terdakwa merupakan pemilik dan yang membuat jalan di atas tanah tersebut pada tahun 1991;

– Bahwa Para Terdakwa sebagai pemilik tanah tidak pernah diberitahu oleh korban SAURINA RAMADANI untuk membuat jalan di atas tanah milik Para Terdakwa. Para Terdakwa mempunyai hak atas tanah tersebut berdasarkan Surat Jual Beli Tanah tanggal 28 Oktober 1991 yang diketahui oleh Kepala Desa Sei Buaya;

– Bahwa keberatan Para Terdakwa tersebut dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak mempertimbangkan alat bukti berupa Surat Jual Beli Tanah tanggal 28 Oktober 1991 yang diketahui oleh Kepala Desa Sei Buaya sebagai bukti hak atau kepemilikan Para Terdakwa atas tanah tersebut. Judex Facti tidak pula mempertimbangkan adanya fakta hukum bahwa Para Terdakwa yang membuat pengerasan jalan dengan bata pada tahun 1991 dan jalan yang dilintasi merupakan tanah milik Para Terdakwa;

– Bahwa alasan pertimbangan Judex Facti dalam menyatakan Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 162 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan adalah bersifat subjektif dan tidak proporsional, karena hanya berdasar pada kepemilikan izin dari korban berupa IUP dan IUPK, padahal yang dipermasalahkan dalam perkara a quo bukan pelanggaran izin, melainkan kepemilikan tanah yang dilintasi oleh korban;

– Bahwa kesepakatan yang dibuat oleh korban dengan masyarakat di sekitar lokasi tanah tidak dapat dijadikan dasar pembenaran adanya legalitas perjanjian antara korban dengan masyarakat, sebab masyarakat dimaksud bukanlah pemilik tanah, sehingga kesepakatan yang dibuat oleh warga Dusun III dan perangkat desa adalah tidak sah dan tidak mewakili kepentingan Para Terdakwa;

– Bahwa Para Terdakwa tidak dapat dipersalahkan atas perbuatan merintangi, mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP dan IUPK, karena Para Terdakwa mempunyai alas hak atas tanah yang dilintasi dump truck milik korban;

– Bahwa agar penyelesaian masalah ini dapat dilakukan secara komprehensif, adil dan berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum, maka terlebih dahulu diselesaikan tentang masalah kepemilikan Para Terdakwa atas tanah tersebut. Jangan sampai terjadi Para Terdakwa dinyatakan bersalah dalam perkara pidana dan telah menjalani pidana, namun kemudian dalam perkara perdata, apabila ada gugatan, Para Terdakwa dinyatakan sebagai pemilik sah atas tanah tersebut;

– Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dengan adanya bukti kepemilikan atau alas hak yang diajukan Para Terdakwa dalam perkara a quo, seharusnya penyelesaian perkara terlebih dahulu melalui jalur perdata;

 

Sumber: https://yurapratama.wordpress.com/2020/11/28/pemidanaan-masyarakat-adat-dan-kaitannya-dengan-perkara-lingkungan-hidup/